Selasa, 26 Mei 2009

Antara IQ, EQ, dan SQ

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

Manusia adalah makhluk yang paling cerdas.Kecerdasan tersebut merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya. Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam rentang waktu dan sejarah panjang, mereka kini merumuskan secara umum kecerdasan menjadi tiga macam, IQ, EQ, dan SQ.Timbul di benak hati kita pertanyaan apa itu IQ, EQ,dan SQ. Kenapa mereka membagi kecerdasan menjadi tiga macam.

Pada perkembangan sebelumnya manusia pernah sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar (IQ). Kemampuan berfikir dianggap sebagai primadona. Potensi diri yang lain dimarginalkan. Pola pikir dan cara pandang yang demikian telah melahirkan manusia terdidik dengan otak yang cerdas tetapi sikap., perilaku dan pola hidup sangat kontras dengan kemampuan intelektualnya. Banyak orang yang cerdas secara akademik tetapi gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Fenomena tersebut telah menyadarkan para pakar bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata.ada yang salah dalam pola pembangunan SDM selama ini, yakni terlalu mengedepankan IQ, dengan mengabaikan EQ dan SQ.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimana definisi IQ, EQ, dan SQ secara umum?

2. Bagaimana sejarah pengelompokan kecerdasan sehingga dibagi menjadi tiga macam?

3. Seberapa penting keseimbangan IQ, EQ, dan SQ dalam kehidupan?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian IQ, EQ, dan SQ

Kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient /IQ) adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat-alat berpikir. Untuk mengetahui IQ (Intelligence Quotient) seseorang, dilakukan tes inteligensi. Tes inteligensi menghasilkan IQ. IQ menggambarkan tingkat inteligensi. Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, bernalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“.

Kecerdasan emosi (Emotional Quotient/EQ) adalah kapasitas, kemampuan, dan ketrampilan untuk menangkap atau menilai serta mengendalikan emosi diri sendiri, orang lain, dan kelompok. Akan tetapi, definisi akurat kecerdasan emosi masih merupakan rahasia yang belum terungkap dan masih berubah-ubah. . Kecerdasan ini di otak berada pada otak belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunya ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih tepat diukur dengan feeling.Kecerdasan emosional digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel”.

Kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ) menurut Danah Zohar (Harvard University) dan Ian Marshall (Oxford University) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas, kaya dan mendalam; kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient ) menyadarkan kita akan tujuan hidup dan pemaknaan kehidupan yang kita jalani. Bahwa hidup memiliki arah dan tujuan hidup, bahwa setiap kehidupan memiliki pemaknaan yang tidak sekedar makna-makna bersifat duniawi. Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“. Siapa saya? Untuk apa saya diciptakan?

2.2. Sejarah Pengelompokan IQ, EQ, dan SQ

Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet. Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.

Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (religious experience). Permasalahan ini kemudian melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual yang disebut Spiritual Quotient (SQ), yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Kecerdasan Spiritual ini pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University.

2.3. Pentingnya Keseimbangan Antara IQ, EQ, dan SQ

1) Antara IQ dan EQ

Umumnya orang beranggapan hasil tes IQ berkaitan dengan kecerdasan. Anak ber-IQ 130 dianggap berkemampuan luar biasa dalam segala bidang. Jika anak jago olahraga namun ber-IQ taraf rata-rata, atau anak yang nilai matematikanya jeblok dan IQ-nya taraf rata-rata, maka dianggap anak bodoh. Pemahaman seperti itu tak tepat, IQ hanya mengukur kemampuan linguistik dan logika matematika sedangkan kecerdasan mengacu pada kemampuan problem solving.

Seperti apa IQ tanpa EQ? Sebuah survei di AS pada 1918 mengenai IQ menemukan “paradoks” yang membahayakan: bagaimana skor IQ anak-anak makin tinggi, namun kecerdasan emosi mereka justru turun. Dan data hasil survei pada 1970 dan 1980 terhadap orang tua dan guru menunjukkan bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi dibanding generasi terdahulu. Mereka tumbuh dalam kesepian dan depresi, gampang marah, sulit diatur, cenderung cemas dan agresif.
Survei tersebut berlanjut dengan penelitian terhadap ratusan ribu pekerja dari level bawah hingga puncak. Dari survei ini ditemukan suatu inti kemampuan pribadi dan sosial yang sama, yang terbukti menjadi kunci utama keberhasilan pekerjaan dan hidup yaitu kecerdasan emosi.

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat

2) Bagaimana IQ dan EQ tanpa SQ?

Kita sudah paham apa itu IQ dan EQ serta bagaimana keduanya apabila bekerja bersinergi. Namun apabila kedua kecerdasan tersebut tidak disinergikan dengan SQ maka akan berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah untuk menjadi “ahli pertapa”, duduk termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas.

Banyak orang cakap dan pintar di dunia ini, salah satunya adalah Hittler. Kita semua mengenal Hittler sebagai pemimpin yang handal. Mampu mempengaruhi sebagian belahan dunia untuk berada di dalam kekuasaannya. Perlu diketahui pula, hittler termasuk salah seorang pempimpin yang hebat dalam hal IQ dan EQ. Buktinya dia mampu dielu-elukan oleh para pengikutnya. Bahkan ada sebuah statemen yang berasal dari dia, “Seribu kebohongan akan menjadi satu kebenaran“.

Namun dibalik kejayaannya, dia mempunyai niatan yang buruk. Tujuan yang tidak mulia. Itulah gambaran cakap IQ dan EQ namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.

Contoh lainnya adalah, di Indonesia terdapat banyak orang pintar dan cakap (dan saya sangat yakin itu). Tetapi banyak yang berakhlak dan bermoral buruk. Bagaimana dengan koruptor? Tentu saja menjadi seorang koruptor harus memiliki EQ dan IQ yang baik. Dia cerdas dan harus jago berstrategi. Jago bernegosiasi, berkomunikasi, dan mampu merebut hati orang untuk mau diajak berspekulasi dan berkompromi dengannya. Semangat juang tinggi? Tentu, mereka nampak selalu prima dan percaya diri. Namun akhlak dan moralnya? Masih bobrok. Itulah cakap IQ dan EQ namun tidak memiliki SQ.

Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang diPHK dari pekerjaannya bukan karena mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu, bahkan bukan karena ketidak mampuannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak memiliki integritas. Tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.

SQ sangat diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Oleh karena itu SQ adalah kecerdasan manusia yang paling tinggi. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. Harus diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Kecerdasan intelektual (IQ) adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat-alat berpikir. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk memahami sutu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain.Dan Kecerdasan spiritual (SQ) menurut Danah Zohar (Harvard University) dan Ian Marshall (Oxford University) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas, kaya dan mendalam; kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain, menyadarkan kita akan tujuan hidup dan pemaknaan kehidupan yang kita jalani.

2. Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20.Sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan dan pertentangan. Daniel Goleman (1999) kemudian mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni EQ.Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan, kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka, sehingga lahirlah SQ.

3. SQ sangat diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Harus diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna

3.2. Saran

1. Hendaknya kita tidak menilai kecerdasan seseorang hanya dari kemampuan berpikirnya, tetapi juga darikemampuan emosidan spiritualnya.

2. Orang tua hendaknya mengarahkan anak-anaknya supaya memiliki kemampuan IQ, EQ, dan SQ-nya seimbang sehingga mereka nanti dapatmenjalani hidup ini dengan sukses.

3. Orang tua harus mengetahui potensi yang menonjol pada anak untuk dikembangkan lebih jauh.

4. Kecerdasan merupakan nikmat Allah SWT yang sangat besar. Sebagai insan yang beriman kita harus bersyukur atas nikmat yang luar biasa ini.

5. Kemampuan intelektual yang tinggi janganlah digunakan untuk berbuat kerusakan di muka bumi ini.

6. Untuk menjadi orang yang dikatakan cerdas, kita tidak boleh berdam diri saja menganggurkan otak. Mata tidak hanya kita gunakan untuk melihat,tetapi juga untuk memperhatikan. Perasaan tidak hanya digunakan untuk merasakan, tetapi juga untuk menyadari. Telinga tidak hanya untuk mendengar, tetapi juga untuk mendengarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hendra,Ades.1999. Apa Arti Kepribadian? Intelektual Emosi dan Kecerdasan Emosional?Spiritual dan Kecerdasan Spiritual ?,(online),( http://www.adeshendra.com,diakses 10 Mei 2009)

Mitra 97 FM.15 desember 2008.Kecerdasan Spiritual Menentukan Jati Diri, (online),( http://mitrafm.com, diakses 10 Mei 2009)

Sochin.17 Nopember 2007. kecerdasan emosi,(online),( http://id.shvoong.com, diakses 10 Mei 2009)

Sudrajad Akhmad.2008. IQ, EQ dan SQ; dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk ,(online),( http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 10 Mei 2009)

Deniar.12 Juni 2008. Mengapa Kita Perlu IQ, EQ, dan SQ,(online),(http://motivasy.net,diakses 10 Mei 2009)

Ubaidillah.19 Mei 2004. Selayang Pandang IQ, EQ dan SQ. ,(online),(http://forum.detik.com,diakses 10 Mei 2009)

Subandi,Drs,MA. MENYOAL KECERDASAN SPIRITUAL ,(online),(http://ijabiyogya.tripod.com,diakses 10 Mei 2009)